![]() |
SMP Sains Tebuireng - Hari Radio Nasional diperingati setiap 11 September untuk mengenang lahirnya Radio Republik Indonesia (RRI). Perayaan ini bukan sekadar seremonial, melainkan pengingat peran radio sebagai mediator, fasilitator, dan motivator.
Radio terus berkembang seiring zaman, melahirkan penyiar-penyiar handal. Namun, sejarah penyiaran Indonesia tetap penting diketahui masyarakat luas.
Dikutip dari Komisi Penyiaran Indonesia, perintis penyiaran antara 1920-an hingga 1940-an antara lain Sarsito Mangunkusumo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Abdulrahman Saleh. Tokoh lain yang berjasa adalah Maladi, Bung Tomo, Jusuf Ronodipuro, Haji Agus Salim, serta Gusti Nurul.
Sebelumnya, nama Mangkunagoro VII sempat diusulkan sebagai Bapak Penyiaran Indonesia. Ia memprakarsai SRV pada 1 April 1933, stasiun radio pertama berbahasa Indonesia, namun usulan itu dibatalkan.
Semua tokoh memiliki peran penting dalam penyiaran dan perjuangan bangsa. Beberapa dikenal praktisi radio, sementara lainnya berperan mendukung pengembangan radio Indonesia.
Sarsito Mangunkusumo, tangan kanan Mangkunagoro VII di bidang penyiaran, mengenal radio sejak akhir 1920-an. Ia membina radio Ketimuran di Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta, dan Surabaya.
Sutarjo Kartohadikusumo, politisi dan anggota Volksraad, memperjuangkan hak Radio Ketimuran. Ia menjembatani konflik antara PPRK dengan NIROM agar stasiun radio pribumi tetap beroperasi.
Haji Agus Salim, politisi ulung dan mubaligh, menggunakan radio untuk dakwah. Ia memanfaatkan VORO dan NIROM agar pesan agama sampai ke masyarakat luas.
Gusti Nurul, putri Mangkunagoro VII, mewakili ayahandanya dalam penyiaran sejak remaja. Ia memimpin sejumlah seremoni dan siaran penting atas nama Mangkunagoro VII.
Abdulrahman Saleh menjabat Ketua VORO pada 1936-1939. Ia kemudian menjadi ketua Radio Republik Indonesia saat berdiri 11 September 1945.
Maladi, sebelumnya aktif di SRV Solo, menjadi pengurus SRV sebelum menggantikan Abdulrahman Saleh sebagai Kepala RRI Pusat. Ia dikenal sebagai praktisi penyiaran olahraga.
Jusuf Ronodipuro mulai bekerja di radio pada masa pendudukan Jepang. Namanya melambung setelah membacakan naskah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 malam hari.
Bung Tomo, Kepala Seksi Penerangan Pemuda Republik Indonesia, mendirikan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia pada 12 Oktober 1945. Ia memanfaatkan Radio Pemberontakan untuk menggerakkan arek-arek Surabaya melawan Sekutu.
Radio Pemberontakan menjadi alat strategis Bung Tomo. Saat stasiun belum selesai, siaran dibuat seolah direlay RRI dari Radio Pemberontakan Rakyat miliknya.
*diolah dari berbagai sumber
*sumber https://rri.co.id/nasional/1824135/hari-radio-nasional-mengenang-perintis-penyiaran-indonesia